Senin, 18 April 2011

KERETA ALING-ALING

 Disebuah Kaca Jendela Pintu KA kelas Eksekutif tertera pemberitahuan : “KERETA PENAHAN, BUKAN TEMPAT PENUMPANG”, Di KA yang lain yakni KA kelas Rakyat tertera "KERETA ALING-ALING, BUKAN UNTUK PENUMPANG"

Sebuah gagasan dan solusi konyol dari dunia perkeretaapian tanah air, yakni adanya instruksi tentang pengosongan ujung-ujung rangkaian KA, baik dengan cara penambahan Rangkaian dengan Kereta yang tidak terpakai, maupun dengan mengosongkan langsung Stamformasi yang ada di ujung depan dan ujung belakang. Instruksi ini tertera di Telegram dengan No W/226 tertaggal 28 Januari 2011 dan mulai dilaksanakan Tgl. 29 Januari 2011. Intinya adalah Kereta Paling ujung baik ujung depan mupun ujung belakang tidak boleh diisi Penumpang alias dikosongkan.

Saya sebut KONYOL karena mungkin mereka hanya ber-ASUMSI jika pada kecelakaan KA, korban jiwa dan luka terbesar/terbanyak adalah dari Penumpang - penumpang yang naik di Kereta paling ujung, entah ujung depan, maupun ujung belakang. Ini berdasarkan penglihatan kasat mata, Kereta yang menempati posisi susunan tersebut biasanya mengalami kerusakan yang lebih parah jika dibandingkan dengan yang ditengah. Seperti pada kasus Petarukan dan Langen baru-baru ini.

Keluarnya Instruksi tersebut lebih mengesankan  adanya muatan politis atau bisa juga intervensi dari pihak luar berdasarkan keputusan reaktif yang diambil secara konyol pasca PLH LANGEN yang melibatkan KA Mutiara Selatan Versus KA Kutojaya Selatan pada 28 Januari 2010 kemarin.

Ini tentu saja mengindikasikan BETAPA PEMERINTAH SENDIRI PESIMIS DENGAN SLOGAN “ZERO ACCIDENT” yang dicanangkan oleh mereka sendiri. Pemerintah dalam hal ini PTKA tidak berani MENJAMIN KESELAMATAN PENUMPANGNYA. Yang bisa dilakukan adalah meminimalisir jumlah korban jiwa dengan gagasan Konyol tersebut.

Berdasarkan pantauan saya di Stasiun Bekasi sejak kemarin (29-01-11) dari Pkl. 16.00 s/d pkl 06.00 pagi tadi, hampir keseluruhan Kereta Api yang dari Arah timur maupun menuju ke timur telah memberlakukan Hal ini. Ada yang ditambah dengan Kereta yang bukan Kelasnya (misal Kelas Argo ditempel Kereta bisnis diujungnya, ditempel Gerbong Pembangkit), mengubah susunan Rangkaian dengan menempatkan Kereta Non Penumpang (seperti Kereta Pembangkit) di susunan paling ujung, maupun dengan Pengosongan Langsung terutama pada KA-KA kelas ekonomi yang jumlah sarananya pas-pasan. Namun kebanyakan memang dengan pengosongan langsung Ujung-ujung Rangkaian KA tsb. Karena jika ditambahkan dengan kereta lain belum tentu lokomotif mampu menarik rangkaian yang jauh lebih panjang apalagi KA Ekonomi dengan muatan penuh.

Apakah cara ini menyelesaikan masalah?
Belum tentu, malah justru menimbulkan masalah baru. Antara lain :
  1. Minat dan KEPERCAYAAN Penumpang untuk menggunakan KA sebagai sarana Transportasi akan berkurang akibat tidak adanya JAMINAN KESELAMATAN DARI OPERATOR.
  2. Akan Memicu tindakan Vandalisme thd Kereta Api. Penumpang tentu akan marah dan dongkol jika ia terpaksa berjejalan dalam rangkaian yang padat sementara ia melihat sendiri ada beberapa kereta yang kosong namun dilarang masuk karena tidak lagi dijadikan sebagai KA Penumpang. Melainkan sebagai tameng/Bemper jiak terjadi PLH.
  3. Kenyamanan Perjalanan akan serta merta hilang. Rangkaian yang terbatas dengan Penumpang yang dijejalkan, akan berakibat KA mengalami Full Capacity. Bayangkan saja KA Ekonomi yang pada Hari biasa tingkat kepadatan penumpangnya mencapai 100% bahkan hingga 150% pada hari – hari tertentu, kini harus dijejalkan pada 1 KA dengan Pengurangan 2 Kereta dari Rangkaian KA tsb. Contoh Saja KA BCL EKSPRESS yang biasanya membawa 9 Kereta (orang awam menyebutnya ”9 GERBONG”). Sejak diberlakukannya instruksi ini, seluruh penumpang di jejalkan hanya di 7 kereta saja. Dua kereta di ujung depan dan ujung belakang dikosongkan.
  4. Keamanan penumpang juga dipertaruhkan Penumpang susah bergerak, para pelaku kejahatan sering memanfaatkan situasi seperti ini setiap menjalankan aksinya.
  5. Naik turun penumpang menjadi tidak efektif, Penumpang yang berada di tengah akan kesulitan untuk turun di stasiun tujuannya karena jeda waktu berhenti yang sedikit sedangkan ia harus berjuang keras untuk berjalan secara berjejalan. Apalagi jika bukan di stasiun Akhir. Efeknya, KA akan berhenti lebih lama di stasiun tsb dan akan terlambat datang di stasiun akhir. Ujung-ujungnya jelas mengacaukan GAPEKA (Grafik Perjalanan Kereta Api). sudah kecepatan dikurangi, masih diperlambat pula KA kita dengan aturan Kereta Aling-aling ini.  
  6. Jika memang yang “dikhawatirkan” para penggagas Ide ini terjadi, yakni PLH atau Kecelakaan KA, maka itu tidak serta merta MENGURANGI angka korban jiwa. Contoh sederhana saja KA Anjlok misalnya, penumpang yang tewas SEKETIKA mungkin tidak seberapa banyak, namun pikirkan juga dengan Penumpang yang mengalami Luka berat, dan penumpang yang terhimpit. Dalam setiap kecelakaan KA Biasanya FAKTOR TERBESAR BANYAKNYA KORBAN JIWA adalah dikarenakan PENANGANAN MEDIS yang lambat akibat sulitnya akses Menuju Lokasi kejadian, Maupun keterbatasan tenaga Regu Penolong dan lambannya Pertolongan menuju tempat dengan sarana/Fasilitas P3K yang memadai seperti rumah sakit/puskesmas/klinik. Ingat, penumpang KA itu Ratusan bro,,,, mau diangkut pake apa itu KORBAN ??? TRUCK KONTAINER ???
  7. Bayangkan sekali lagi anda berada pada situasi ini, disaat kecelakaan terjadi dan anda menyadari jika masih hidup, maka yang pertama terpikir tentu bagaimana Anda bisa keluar dari situasi ini Sebelum situasi menjadi lebih gawat lagi??? (keretanya jadi terbakar misalnya), apakah dengan merangkak, berjalan tertatih, ataupun hanya merintih saja sambil menunggu pertolongan medis??? Situasi Padat Darurat berjubel seperti ini justru lebih memungkinkan memakan LEBIH BANYAK Korban jiwa, entah akibat kekurangan darah, kekurangan oksigen,terhimpit baja dan Korban lainnya, dll.
  8. Silahkan lanjutkan sendiri resiko2 lainnya jika Instruksi ini tetap diberlakukan.

Dibalik semua itu BISA SAJA ada maksud untuk mengurangi jumlah Sarana KA dengan sengaja MERUSAKKANNYA dengan alih-alih sebagai Bemper depan – Belakang alias KERETA PENAHAN. Maklum, wacana Kereta api sebagai Anak tiri pemerintah bukan hal yg asing lagi. Dalam sebuah Harian Nasional bahkan pernah menuliskan judul : “PEMERINTAH SENGAJA MEMATIKAN KERETA API SECARA PERLAHAN”. Mungkin inilah Realisasi dari kalimat tersebut selain tentu saja PENGUBAHAN NOMOR SARANA DAN PRASARANA PERKERETAAPIAN yang secara tidak langsung akan menghilangkan sisi sejarah Perkeretaapian itu sendiri. Dengan alasan sebagai Standarisasi Penomoran menggunakan gaya lebih modern sesuai ISO dan mudah dipahami oleh non Kalangan tertentu saja alias bisa dimengerti oleh semua orang. Padahal istilah-istilah perkeretaapian adalah istilah khusus dan bukan istilah umum. Seperti halnya istilah-istilah Komputer, kemiliteran, Kedirgantaraan, dll. Untuk memahaminya, tentu saja seseorang harus MEMPELAJARINYA, bukan justru malah yang KHUSUS ini dijadikan UMUM. Imbasnya, Kereta api akan menjadi semakin tak punya Nilai di mata Rakyatnya baik dari segi Ekonomi, Keselamatan, dan SEJARAH Perjuangan Bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan Kemerdekaan.

Itu sebabnya, tindakan Vandalisme terhadap Kereta Api oleh para Supporter bola dan warga sekitar pinggir rel tidak pernah ditindaklanjuti secara serius. Jadi jangan heran, jika Pembakaran Rangkaian KA di stasiun Rangkas hanya dianggap sebuah tindakan Kriminal biasa. “Terlalu biasa untuk sebuah pembakaran yang sempurna”. jelas-jelas pemerintah berniat mematikan KA dari Negeri ini.

Apapun Muatan dan Alasan dibalik keluarnya instruksi ini, saya hanya menilainya sebagai SEBUAH GAGASAN PALING KONYOL yang dikeluarkan oleh Pejabat setingkat Direksi.

Au ah Gelap !!

2 komentar:

  1. Baru tau itu fungsi "Kereta Aling-Aling".
    Thx for the info.

    BalasHapus
  2. Yg bikin artikel yg konyol. . .di kasih wat perlindungan malah komplain. . .emg argument anda udah didasari survey langsung?

    BalasHapus